Enterprais Sosial Indonesia menyelenggarakan Sarasehan Social Entrepreneur dengan menghadirkan narasumber utama Dr. Ella Rizki, CEO Koperasi sekaligus PT Nira Lestari Makmur. Antusiasme terlihat dengan jumlah peserta 300 pelaku usaha, latar belakang usaha dan daerah yang beragam. Mulai dari daerah Papua, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Bali, Jawa dan Sumatera. Dalam kegiatan tersebut, Dr. Ella memaparkan strategi pengembangan usaha berbasis komunitas yang berhasil mengantarkan produk Gula Kelapa Organik dari desa-desa di Magelang menembus pasar ekspor.
Dalam paparannya, Dr. Ella menjelaskan perjalanan Koperasi Nira Lestari yang bertransformasi menjadi PT Nira Lestari Makmur sebagai langkah strategis untuk memenuhi regulasi dan persyaratan ekspor. Transformasi tersebut disertai dengan penguatan tata kelola, peningkatan kapasitas anggota, serta inovasi dalam model pemasaran dan pengembangan produk.

Optimalisasi Potensi Lokal Menjadi Produk Ekspor
Dr. Ella mengungkapkan bahwa banyak desa di Kabupaten Magelang memiliki potensi pohon kelapa yang belum termanfaatkan secara optimal. Melalui inisiatif yang dimulai oleh lima orang perintis, koperasi mampu mengonsolidasikan produksi gula kelapa organik dan mengembangkannya menjadi komoditas unggulan berdaya saing global. Menurutnya, potensi unggulan setiap daerah dapat diolah menjadi basis keunggulan lokal apabila ada keseriusan dalam pengelolaan dan fokus pada peningkatan nilai tambah.
Model Usaha yang Adaptif dan Tahan Risiko
Untuk memperkuat ketahanan usaha, Dr. Ella memaparkan strategi pembiayaan dan ekspansi yang diterapkan oleh Nira Lestari:
- Dana investor dipisahkan ke dalam beberapa unit usaha untuk meminimalkan risiko kegagalan.Semua lini usaha diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku secara signifikan.
- Produk gula kelapa organik memiliki keunggulan kesehatan, antara lain lebih aman bagi penderita diabetes karena pelepasan kalorinya lebih stabil dibandingkan gula pasir.
Pemberdayaan Petani sebagai Prinsip Utama
Dr. Ella menegaskan bahwa keberhasilan wirausaha sosial terletak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani serta pengrajin. “Jika sebelumnya seorang warga mendapat Rp100 ribu per hari sebagai tukang ojek, maka ketika bergabung dalam koperasi pendapatannya harus lebih baik. Jika tidak, maka tidak ada insentif baginya untuk bertahan,” ujar Dr. Ella. Ia juga menekankan pentingnya kebersamaan dengan filosofi “satu lidi mudah dipatahkan, tetapi sapu lidi menjadi kuat.”
Strategi Pemasaran Terdesentralisasi
Untuk memperluas distribusi dan partisipasi anggota, Nira Lestari menerapkan beberapa strategi pemasaran:
- Setiap anggota dapat memasarkan produk dan menerima fee 5% dari transaksi.
- Koperasi menetapkan harga dasar, sementara pemasar dapat menyesuaikan harga jual sesuai pasar.
- Penunjukan PIC pengelola bisnis yang fokus penuh untuk menjaga profesionalitas pengelolaan.
Penguatan Permodalan dan SDM
Menurut Dr. Ella, modal utama dalam membangun usaha bukanlah uang, tetapi kualitas sumber daya manusia.
- Anggota dapat bergabung meskipun tanpa simpanan awal; simpanan dapat dipotong dari hasil panen.
- Pemasar wajib memiliki setoran simpanan sebagai bentuk komitmen.
- Akses modal dapat diperoleh melalui BUMDes, KUR, maupun mitra pihak ketiga.
- Koperasi menjaga loyalitas pemasok dengan memberikan harga beli yang sedikit lebih tinggi, bonus pasokan, tabungan anggota, hingga fasilitas beasiswa.
Ia juga menegaskan bahwa pelaksanaan CSR, seperti beasiswa, harus tepat sasaran dan diberikan hanya setelah anggota memenuhi ketentuan.
Komitmen untuk Penguatan Ekonomi Desa
Kegiatan Sarasehan Social Entrepreneur ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Enterprise Sosial Indonesia untuk membangun ekosistem usaha desa yang mandiri, produktif, dan berorientasi pasar global. Sesi lanjutan direncanakan akan dilaksanakan dengan fokus pada strategi penembusan pasar ekspor dan penguatan sistem bisnis koperasi modern.
